Skip to main content
EdukasiArtikel

POLA PEREDARAN GELAP NARKOBA DI ERA DIGITAL

Dibaca: 1055 Oleh 23 Okt 2021November 1st, 2021Tidak ada komentar
POLA PEREDARAN GELAP NARKOBA DI ERA DIGITAL
#BNN #StopNarkoba #CegahNarkoba

Oleh Mohammad Geralldine Nurhadi

Mahasiswa Kriminologi Universitas Indonesia

Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba hingga saat ini masih menjadi permasalahan yang dihadapi masyarakat dunia. Ancaman dan dampak negatif yang ditimbulkan menjadi permasalahan yang selalu terjadi di masyarakat.  Berdasarkan data UNODC tahun 2019, terdapat sekitar 275 juta orang di seluruh dunia  yang merupakan 5,6 persen dari populasi yang memiliki rentan usia 15-64 tahun telah menggunakan ataupun mencoba narkoba setidaknya sekali (UNODC, 2018). Salah satu permasalahan utama dan dapat dikatakan sebagai akar permasalahan terkait isu narkoba adalah peredaran gelap narkoba. Perdagangan narkoba pada dasarnya telah menjadi isu global yang menjadi perhatian banyak negara di dunia karena kasusnya yang terus meningkat (Dougherty, 1981).

Berdasarkan temuan laporan narkoba dunia tahun 2019 oleh UNODC, pengguna, pengedar, maupun pasar mengalami perkembangan yang cukup besar dan beragam. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya potensi ekspansi pasar perdagangan narkoba secara online yang terus melebar dan terus tumbuh dengan cepat. Dengan adanya perkembangan teknologi seperti internet, para pengedar narkoba juga telah dan terus meluaskan wilayah operasinya. Para pengedar dapat memanfaatkan berbagai media sosial, web, maupun darkweb untuk beroperasi (EMCDDA, 2018). Sebuah studi yang dilakukan oleh Europol pada tahun 2017, berhasil menemukan bahwa lebih dari 60 persen dari semua listing di lima pasar online utama di seluruh dunia memiliki keterkaitan dengan penjualan obat-obat terlarang atau narkoba. Adapun keuntungan utama bagi para pengedar dan pembeli adalah adanya anonimitas transaksi karena tidak diperlukanya kontak secara langsung (Van Buskirk,. et al, 2017).

European Monitoring Centre for Drugs and Drug Addiction (EMCDDA) (2018) telah melakukan pemantauan terhadap situasi narkoba selama 20 tahun terakhir. EMCDDA menemukan bahwa sifat dan jenis obat yang ada telah mengalami banyak perubahan. Tidak hanya itu cara orang menjual dan memperoleh narkoba juga telah mengalami perubahan dan terdapat pergeseran dari jual dan beli secara tatap muka atau bertemu menjadi jual dan beli secara online atau melalui berbagai macam world wide web maupun media sosial. Hampir semua jenis narkoba dapat dibeli secara online dan tidak lagi perlu para pengedar narkoba melakukan kontak langsung dengan pembelinya. Di Indonesia sendiri kasus pengedaran narkoba melalui media sosial atau secara daring semakin banyak ditemukan dengan jumlah kasus yang tidak sedikit dan terus meningkat. Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Irjen Wahyu Hadiningrat mengatakan bahwa berdasarkan data statistik Bareskrim Polri, peredaran dari berbagai jenis narkoba terus mengalami peningkatan di tahun 2020.

Pada tahun 2019 BNN dan polri berhasil menangkap tersangka kasus narkoba sebanyak 42.694 orang pelaku. Selain itu dalam Press Release Akhir Tahun yang diunggah oleh BNN juga diperlihatkan data bahwa pada tahun 2019 BNN bersama Polri, TNI, Bea Cukai, dan Imigrasi berhasil mengungkap kasus narkotika sebanyak 33.371 kasus yang dilengkapi dengan sejumlah barang bukti, yaitu narkotika jenis ganja dengan total sebesar 112,2 ton, Sabu seberat 5,01 ton, Ekstasi sebanyak 1,3 juta butir dan PCC sebanyak 1,65 juta butir yang disita dari sejumlah tempat di seluruh Indonesia. Menurut mantan Direktur Penindakan BNN, Benny Jozua banyak nya kasus narkoba di Indonesia dapat terjadi karena Indonesia merupakan wilayah sasaran pengedaran dan penyelundupan jaringan narkoba internasional. Hal itu disebabkan karena permintaan yang terus menerus mengalami peningkatan dan pasar narkoba yang tidak berhasil ditekan oleh negara. Selain itu Benny juga menjelaskan bahwa semakin tinggi nya permintaan akan narkoba di Indonesia maka semakin pintar juga para pengedar dalam mengedarkan narkoba. Para pengedar akan menggunakan berbagai macam cara, jalur, maupun modus yang baru seperti salah satunya adalah dengan melakukan pengedaran melalui media sosial atau secara daring (bbc.com, 2018).

Hal ini juga dapat dibuktikan melalui total pengungkapan kasus sebanyak 40 perkara oleh BNN sepanjang tahun 2020. Heru Winarko selaku kepala BNN mengungkapkan bahwa pengedaran narkoba di Indonesia sedang banyak melalui media online atau daring (mediaindonesia.com, 2020). Oleh Karen itu, data ini menunjukan bahwa terdapat pola perilaku pengedaran narkoba via media sosial. Tingginya intensitas dan pengguna media sosial menyediakan wadah dan sarana dalam melakukan peredaran gelap narkoba di media sosial. Selain itu, kurangnya pengawasan yang memadai di ranah virtual menyebabkan banyak modus operandi yang dilakukan oleh pelaku dalam melakukan aktivitas ilegalnya. Terdapatnya fakta tersebut mengindikasikan bahwa pentingnya membangun kesadaran dan literasi digital masyarakat dalam bersifat bijak dalam mengakses media sosial. Lebih lanjut, terdapat pemahaman masyarakat terkait prosedur pelaporan ketika melihat atau menemukan percobaan tindakan kriminal tersebut.

Referensi

Doughtery, J.E. 1981. The Configuration of the Global System. London: The Free Press.

United Nations Office on Drugs and Crime. 2019. Executive Summary Conclusion And Policy Implication World Drug Report. United Nations Publication, Sales No. E.18.XI.9.

Van Buskirk, J., Bruno, R., Dobbins, T., Breen, C., Burns, L., Naicker, S., & Roxburgh, A. 2017. The recovery of online drug markets following law enforcement and other disruptions. Drug and Alcohol Dependence, 173, 159–162.

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel