
oleh Mohammad Geralldine Nurhadi Staf P2M BNNP Kepri
Kejahatan narkotika merupakan salah satu tipologi kejahatan yang terus mengalami perkembangan. Banyaknya praktik perdagangan gelap dan penyalahgunaan narkotika di masyarakat mengindikasikan permasalahan ini sulit untuk diberantas. Hal tersebut juga disebabkan oleh beragamnya karakteristik masyarakat yang rentan dalam terpapar pengaruh kejahatan narkotika. Beragam latar belakang sosial ekonomi masyarakat menyebabkan meningkatkan kerentanan masyarakat dalam menjadi korban kejahatan narkotika. Hal tersebut semakin diperparah dengan mudahnya akses terhadap tindak kejahatan ini. Beragam motif kejahatan kerap ditemui ketika membahas mengenai kasus kejahatan narkotika, mulai dari keterbatasan ekonomi, pengaruh relasi kuasa, hingga pemaksaan.
Komnas Perempuan menjelaskan bahwa perempuan merupakan salah satu kelompok rentan dalam menjadi korban kejahatan narkotika. Jika dilihat tren kasus peredaran gelap narkotika, persentase pelaku perempuan dapat dikatakan tinggi. Hal tersebut ditambah dengan banyaknya narapidana kasus narkotika perempuan yang dijatuhi hukuman mati. Lalu, dalam praktiknya apa peran perempuan pada kasus kejahatan narkotika saat ini.
Perdagangan gelap narkotika atau illicit drugs trafficking berkaitan erat dengan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) baik dalam lingkup domestik maupun internasional. Hal tersebut dikarenakan terdapatnya modus eksploitasi baru penyelundupan narkotika yang memanfaatkan korban perdagangan orang. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Komnas Perempuan juga, sebagian besar korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) merupakan kelompok perempuan. Lebih lanjut juga dijelaskan bahwa perempuan berada pada lapisan terluar dalam sindikat perdagangan gelap narkotika. Oleh karena itu, perempuan hanya berperan menjadi robot dari pelaku utama untuk melancarkan aksinya.
Kerentanan perempuan menjadi alasan banyaknya korban TPPO berasal dari kelompok perempuan. Selain itu, faktor relasi kuasa atau relasi intim menjadi faktor utama banyaknya perempuan yang menjadi korban. Konstruksi peran gender perempuan yang hidup di masyarakat menjadi alasan langgengnya hegemoni relasi kuasa pada diri perempuan. Terdapatnya konsep diri perempuan yang lemah lembut, penurut, dan harus mau diatur menjadi senjata bagi pelaku untuk mengelabui korban perempuan. Situasi di atas menjadi alasan rentannya kelompok perempuan dalam menjadi korban kejahatan narkotika.
Berkaca pada proses hukum yang harus dilalui pelaku tindak pidana perdagangan narkotika, sangat penting untuk memperhatikan aspek sensitivitas dan perspektif gender disetiap prosesnya. Mengelaborasi latar belakang sosial, faktor pendukung, dan bukti yang ditemukan menjadi salah satu cara meminimalkan perampasan hak perempuan yang berhadapan dengan hukum karena kasus kejahatan narkotika. Selain itu, menghapus stigma perempuan terhadap konstruksi gender yang opresif merupakan langkah dasar untuk menghapus segala ketidakadilan dan kekerasan terhadap perempuan. Melalui langkah tersebut diharapkan dapat menekan kasus peredaran gelap narkotika di dunia dan Indonesia.
Referensi
Anastasia, A. (2012). Perempuan Kurir Dalam Perdagangan Gelap Narkoba (Sebuah Realitas Korban Kekerasan Berlapis) . Jurnal Kriminologi Indonesia , 001-011.
KomnasPerempuan. (2018). Laporan Pemantauan Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Pusaran Migrasi, Perdagangan Manusia Dan Narkoba: Interseksi Dan Penghukuman. Jakarta: Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan .