Skip to main content
EdukasiArtikel

PENTINGNYA MEMILIKI REGULASI DIRI

Dibaca: 10483 Oleh 08 Sep 2022September 30th, 2022Tidak ada komentar
PENTINGNYA MEMILIKI REGULASI DIRI
#BNN #StopNarkoba #CegahNarkoba

Regulasi diri merupakan pondasi dasar dalam hubungan manusia di lingkungan sosial. Regulasi diri mencerminkan bagaimana aspek perkembangan kognitif, fisik, sosial, dan emosional berkembang dengan baik. Gillion et al (dalam McCullough, 2009) menjelaskan bahwa regulasi diri memainkan peran penting dalam pengontrolan diri, semakin baik regulasi diri seseorang, maka akan semakin baik individu dalam mengontrol dirinya dan sebaliknya. Efektifitas regulasi diri dapat meningkatkan kualitas hidup dalam mencapai kesuksesan dan menjauhkan diri dari perbuatan yang merugikan diri (Baumeister, 1997). Dengan demikian, regulasi diri yang efektif mampu meminimalisir individu dari tindak kriminal terkhusus penyalahgunaan narkoba.

Menurut Zimmerman (2000), regulasi diri (self-regulation) diartikan sebagai usaha yang sistematis dalam mengarahkan tindakan, pikiran, dan perasaan guna mencapai suatu tujuan. Regulasi diri juga diartikan sebagai suatu kemampuan individu dalam mengendalikan diri terhadap dorogan-dorongan yang bersifat negatif dari lingkungan ketika diri tidak memiliki kontrol dari manapun (Papalia et al, 2004). Regulasi diri yang membuat seseorang aktif dalam mengontrol dirinya dan mampu menentukan arah perilaku berdasarkan apa yang akan dicapai.

Pada pecandu narkoba, proses regulasi diri terjadi ketika adanya perasaan jenuh akan kecanduan yang merujuk pada keinginan untuk pulih. Aziz (2020) mengungkapkan bahwa perasaan dan dampak negatif yang dirasakan dari kecanduan, serta adanya keinginan akan pemenuhan kebutuhan, menjadi faktor yang mempengaruhi efektifitas regulasi diri pada pecandu. Namun dalam pelaksanaannya, individu kerap kali gagal dalam menerapkan regulasi diri yang ditandai dengan adanya kegagalan individu dalam mengubah respon kearah yang lebih baik, adanya penundaan, dan berperilaku tidak bertujuan (Underregulation), kemudian usaha-usaha yang dilakukan individu tidak membuahkan hasil yang mengarah pada kemajuan, ini disebabkan kurangnya pemahaman individu (Misregulation) (Kahfi & Rosiana, 2013). Dengan demikian regulasi diri begitu penting baik dalam pencegahan maupun proses pemulihan individu menuju perilaku yang lebih baik.

Bagaimana cara melatih regulasi diri?

  1. Mengenali emosi diri

Mengendalikan emosi merupakan salah sau kunci dari regulasi diri. Namun sebelum seseorang mampu mengendalikan emosinya, mereka juga harus memahami emosi apa saja dan pada situasi seperti apa emosi tersebut akan muncul. Bagaimana perlakuan Terhadap emosi yang muncul juga bagian dalam proses mengenai emosi diri.

  1. Menggunakan blocking time

Menjadwalkan kegiatan setiap harinya membuat kita menjadi tertata dalam menjalankan aktivitas setiap harinya. Blocking time ini membutuhkan konsistensi dan kedisiplinan diri dalam menjalankannya, serta perlu tujuan yang jelas.

  1. Melakukan penundaan

Penundaan disini bertujuan pada kegiatan-kegiatan yang bersifat memberikan respon menyenangkan pada diri namun tidak memiliki dampak positif terhadap individu.

  1. Berlatih reframing

Reframing bertujuan agar seseorang mampu melihat suatu peristiwa dari sisi lain dan mengambil makna positif dari setiap kejadian. Sehingga individu merasa bahwa setiap kejadian tidak selamanya berarti keterpurukan melainkan terdapat hal yang dapat dipelajari.

  1. Layanan konseling

Musuh utama individu ketika ingin menuju pribadi yang lebih baik ialah individu itu sendiri. Tentu butuh keinginan dari dalam diri sendiri untuk berubah. Namun tidak ada salahnya meminta bantuan orang lain seperti konselor dalam mempercepat perubahan serta mempersempit hambatan dalam melatih regulasi diri.

Daftar Pustaka:

Azis, M. A. A. M. A. (2020). Regulasi Diri Pecandu Narkotika Melalui Pendekatan Bimbingan dan Konseling Islam Berbasis Pesantren. Attanwir: Jurnal Keislaman dan Pendidikan11(2), 93-105.

Baumeister, R.F., & Sommer, K.L. (1997). What do men want? Gender differences and two spheres of belongingness: Comment on Cross and Madson (1997). Psychological Bulletin, 122, 38-44.

Kahfi, A. S., & Rosiana, D. (2013). “Religiousness Islami” dan “Self Regulation” Para Pengguna Narkoba. MIMBAR: Jurnal Sosial dan Pembangunan29(1), 77-84.

McCullough M. E, Willoughby, B. L. B. (2009), Religion, Self Regulation, and Self Control: Association, Explanation and Implications. Psycological Bulletin 135 (1): 69-63. Miami: University of Miami.

Papalia, E. D., Sally Wendkos Olds, dan Ruth Duskin Feldman. (2004). Human Development. McGraw-Hill Education.

Zimmerman, B.J. (2000). Attaintment of Self-Regulation; A Social Cognitive Perspective. In M. Boekearts, P.R. Pintrich, & M. Zeider (Eds.), Handbook of Self-Regulation (pp.13-39). San Diego, CA: Academic Press.

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel