Skip to main content
EdukasiArtikel

Pembinaan Sosial dan Spiritual di Dalam Lapas Narkotika Anak

Dibaca: 99 Oleh 25 Sep 2021September 30th, 2021Tidak ada komentar
Pembinaan Sosial dan Spiritual di Dalam Lapas Narkotika Anak
#BNN #StopNarkoba #CegahNarkoba

Oleh : Ratih Frayunita Sari, S.I.Kom., M.A Penyuluh Narkoba Ahli Pertama BNN Provinsi Kepulauan Riau

Maraknya peredaran dan penyalahgunaan narkoba merupakan sebuah masalah sosial yang banyak meresahkan masyarakat dunia saat ini. Masalah peredaran dan penyalahgunaan narkoba ini menjadi masalah yang belum bisa teratasi oleh berbagai negara di belahan dunia. Menurut kenyataan kasat mata, peredaran gelap narkoba (narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainya) sudah tidak lagi pada tingkat yang mengkhawatirkan, melainkan sudah pada titik yang berbahaya. Akibat dari penyalahgunaan narkoba dapat merusak mental dan gangguan terhadap sistem syaraf manusia. Sehingga dapat berdampak kepada kualitas mental dan fisik. Hal ini dapat dilihat secara kasat mata baik itu perilaku maupun fisik bagi pengguna. Ciri-ciri pemakai narkoba dapat dikenali secara umum dan diidentifikasi. Tentunya keberagaman narkoba tidak menimbulkan efek yang sama. Setiap narkoba memiliki kandungan, bentuk dan efek yang berbeda-beda.

Penyalahgunaan narkoba ini tidak terlepas dari pengaruh lingkungan sosial seperti lingkungan keluarga, teman sebaya dan juga masyarakat. Adanya hubungan yang tidak baik didalam keluarga seperti kurangnya perhatian, keluarga bercerai, orang tua yang terlalu sibuk serta adanya konflik didalam keluarga dapat membuat seseorang mnjadi tertekan dan depresi hingga terjerumus kedalam penyalahgunaan narkoba. Selain itu pengaruh teman sebaya juga memegang peranan penting khususnya dikalangan para remaja, mereka yang sedang dalam masa pencarian jati diri ini akan sangat mudah terpengaruh oleh teman sebayanya, mengikuti trend dan gaya hidup mereka termasuk gaya hidup menggunakan narkoba.

Disinilah awal seseorang dapat terjerumus kedalam penyalahgunaan narkoba. Sedangkan menurut Agustina, faktor faktor penyebab penyalahgunaan narkoba yaitunya faktor internal dan eksternal. Salah satu faktor internalnya adalah faktor agama atau spiritual seseorang. Menurut Ain Tanjung ada 5 faktor yang menyebabkan orang menyalahgunakan narkoba, salah satunya adalah dasar agama yang tidak kuat. Dasar agama yang ditanamkan dalam diri seseorang sejak kecil akan menjadi perisai bagi dirinya untuk menolak sesuat yang merusak akhlaq.

Akan tetapi jika seseorang yang tidak pernah mendapatkan pendidikan tentang agama sejak kecil akan sangat rawan untuk terjerumus kedalam tindakan kriminal seperti penyalahgunaan narkoba tersebut (Ain Tanjung , 2006). Spritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang Maha Kuasa dan Maha pencipta. Sebagai contoh seseorang yang percaya kepada Allah sebagai Pencipta atau sebagai Maha Kuasa.

Lembaga Pemasyarakatan Anak  menurut UU No.2 Tahun 1997 tentang  Pengadilan Anak adalah tempat pembinaan  dan pendidikan bagi anak pidana, anak  negara dan anak sipil. Berdasarkan pasal 60  UU No.3 Tahun 1997 jo. Pasal 18 UU No.12  Tahun 1995, anak pelaku tindak pidana harus  ditempatkan di LP Anak yang harus terpisah  dari orang dewasa. Hal ini dimaksudkan  untuk menghindari penularan kejahatan dari orang dewasa terhadap anak di LP. Mayoritas  anak di LP Anak  adalah  merupakan anak dengan tindak pidana penyalahgunaan narkotika, akan tetapi dalam  hal pembinaan tidak dilakukan pembedaan  sama sekali dengan anak-anak tindak pidana
lainnya.

Hal ini dikarenakan hingga saat ini  belum pernah ada masalah khusus yang  dialami oleh anak pengguna narkotika di LP  Anak . Jumlah anak di Lembaga  Pemasyarakatan Anak  yaitu  berjumlah 105 orang anak yang terdiri dari 3  orang anak dengan tindak pidana ketertiban,  3 orang anak dengan tindak pidana  kesusilaan, 13 anak tindak pidana pembunuhan, 4 orang anak dengan tindak pidana penganiayaan, 2 anak dengan tindak  pidana pencurian, 2 anak dengan tindak pidana perampokan, 41 anak dengan tindak  pidana penyalahgunaan narkotika, dan 25  anak dengan kasus perlindungan anak.

Mayoritas anak di LP Anak   adalah merupakan anak dengan tindak pidana  penyalahgunaan narkotika. Biasanya anak- anak ini mengkonsumsi narkotika jenis ganja  dan shabu-shabu. Menurut anak-anak  pengguna narkotika, penggunaan narkotika  jenis ini sangat mudah, selain mudah didapat,  ganja merupakan narkotika yang harganya murah dan terjangkau bagi anak-anak, hanya  dengan 10 ribu rupiah, anak-anak sudah bisa mendapatkan 1 lintingan hanja yang bentuknya menyerupai rokok pada umumnya,  sedangkan shabu-shabu harganya relatif lebih  mahal daripada ganja, meskipun demikian  tidak menutup kemungkinan untuk dibeli dan  dikonsumsi oleh anak-anak. Shabu-shabu yang berbentuk kristal juga dengan mudah  didapat dan cara mengkonsumsinya juga  mudah.

Akan tetapi anak pengguna ganja  dan shabu-shabu tidak mengalami sakauw dan ketagihan yang serius ketika tidak menggunakannya. Latarbelakang pekerjaan orangtua  anak-anak pengguna narkotika yang menjadi  sample di LP Anak adalah buruh dan ibu rumah tangga. Dengan latarbelakang yang  demikian, menunjukkan bahwa pada  umumnya anak-anak ini berada pada  ekonomi yang kurang menguntungkan atau  dapat dikatakan berasal dari keluarga yang  kurang mampu dan pas-pasan.

Latarbelakang yang demikian tidak lepas dari latarbelakang pendidikan orangtua para narapidana anak  yang juga tidak mampu dan pas-pasan. Anak- anak ini biasanya membeli narkotika dari uang jajan yang diberikan oleh orangtuanya,  dan beberapa anak lainnya membeli dari dari  uang yang diperoleh dari hasil bekerja di  bengkel. Alasan anak-anak ini menggunakan  narkotika adalah berawal dari coba-coba  yang dikenalkan oleh teman-teman  sepermainan, setelah menggunakan atau  mengkonsumsi narkotika ini, anak-anak  biasanya merasa percaya diri didepan orang  banyak, merasa beban atau masalah terasa  ringan untuk sesaat.

Beberapa diantara anak-anak ini tidak hanya merupakan pengguna,  tetapi ada juga yang merupakan pengedar. Dalam hal pengedar ini, anak menjual shabu- shabu yang harganya relatif lebih mahal dari  ganja. Oleh sebab itu, anak yang menjual  shabu shabu ini dapat memperoleh  penghasilan yang cukup untuk bisa membeli  narkotika yang kemudian digunakan untuk  dirinya sendiri.  Permasalahan yang mendasar bagi narapidana di LP Anak  adalah ‘bagian yang kompleks yang butuh perhatian  dan penanganan yang khusus oelh  pemerintah dan masyarakat. Permasalahan  yang mendasar yang dirasakan narapidana adalah tekanan sosial ekonomi, akibat  sulitnya memperoleh peluang untuk  mendapatkan pekerjaan dan keterampilan  yang kurang, juga stigma masyarakat  terhadap narapidana, yang mana masyarakat belum siap untuk menerima kembali  narapidana untuk kembali ke masyarakat.

Maka LP memberikan pembinaan mental dan  pelatihan keterampilan bagi narapidana  sesuai dengan bakat dan minat narapidana  agar menjadi bekal usaha untuk memperoleh  pekerjaan yang layak atau dapat menciptakan lapangan pekerjaannya sendiri agar bisa memperoleh penghasilan untuk melanjutkan  kehidupannya yang lebih baik. Berdasarkan penelitian melalui pengamatan langsung yang penulis lakukan di LP Anak , penulis memperoleh  pemahaman bahwa interaksi antara petugas dengan anak di LP Anak berupa 5 program pembinaan di LP Anak. Pertama, pembinaan kesadaran beragama. Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara.

Pembinaan kemampuan intelektual. Pembinaan kesadaran hukum. Pembinaan menginteraksikan diri dengan  masyarakat. Pembinaan yang dilakukan LP Anak  terhadap anak-anak di LP Anak  berfokus pada pembinaan dalam hal  pendidikan yang mengacu pada Sistem  Penidikan Nasional yaitu tentang wajib belajar 9 tahun, oleh karena, anak wajib  memperoleh pendidikan meskipun berada di  LP. Pelaksanaan pendidikan di LP  dikategorikan berdasarkan usia dan  pendidikan terakhir anak sebelum masuk ke  LP Anak. Meskipun anak-anak  yang berada di LP adalah anak-anak yang  bermasalah dengan hukum, akan tetapi hal itu  tidak menutup kemungkinan bagi mereka  untuk bersekolah. Pendidikan yang dilakukan LP Anak terhadap anak adalah termasuk  dalam upaya LP dalam membina anak-anak  agar ketika keluar dari LP, anak-anak tidak ketinggalan pelajaran.

Anak yang dijatuhi  pidana penjara kemudian ditempatkan di LP  Anak untuk mendapatkan haknya yaitu berupa pembinaan, pembimbingan,  pengawasan, pendampingan, pendidikan,  pelatihan dan hak-hak lainnya sesuai dengan  peraturan perundang-undangan. Pembinaan  di LP Anak benar-benar membina  dan menerapkan prinsip untuk  memasyarakatkan dan mempersiapkan diri  anak-anak untuk nantinya kembali ke  masyarakat. Pemberiaan pembinaan nagi  anak di LP sepenuhnya adalah merupakan  sepenuhnya merupakan kewenangan dari LP
Anak, akan tetapi hal ini tidak lepas dari  campur tangan orangtua si anak. Dalam hal administrasi, LP membutuhkan bantuan  orangtua atau keluarga anak untuk  melengkapi akta kelahiran dan data diri dan laporan terkait pendidikan terakhir sebelum si anak masuk ke LP Anak. Setelah data yang dibutuhkan diperoleh, barulah  kemudian dapat dilakukan tindakan terhadap narapidana anak untuk dapat melanjutkan
pendidikannya.

 Pembinaan yang diperoleh anak-anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak tidak hanya berasal dari internal LP saja, tetapi juga terdapat pembinaan dari eksternal LP yaitu dari Dinas Sosial, Dinas  Kesehatan, BNN dan lain sebagainya. Anak- anak juga sering mendapatkan kunjungan  dari beberapa perusahaan yang memberi  peluang bagi anak untuk mengembangkan  keterampilannya, misalnya memberikan fasilitas bagi anak-anak yang  memiliki bakat di bidang otomotif di LP
Anak untuk memperbaiki motor  dan bahkan merakit motor sendiri.

Hukuman narapidana anak berbeda  dengan narapidana dewasa. Bila pada  narapidana dewasa berlaku hukuman mati  dan hukuman seumur hidup, akan tetapi bagi  narapidana anak tidak berlaku hukuman ini.  Penjatuhan pidana bagi anak-anak yang bermasalah dengan hukum kemudian akan di  proses dan diberi pembinaan sesuai dengan  yang telah diatur dalam pasal-pasal yang  terkait dengan prosedur penjatuhan pidana  bagi anak, misalnya yang tertulis dalam Pasal  32 ayat (2) UU No.11 Tahun 2012 Tentang  Sistem Peradilan Pidana, yang mengatakan  bahwa syarat penahanan terhadap anak  adalah apabila anak telah berumur 14 tahun  atau lebih dan diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana 7 (tujuh)  tahun atau lebih.

Pembinaan terhadap anak pengguna  narkotika di LP Anak tidak ada perbedaan atau tidak ada perlakuan  khusus yang membedakannya dengan  anak-anak dengan tindak pidana lainnya. Anak-anak di LP Anak memperoleh hak dan pembinaan yang sama dan merata. Meskipun mayoritas anak di LP Anak  adalah merupakan anak dengan tindak pidana penyalahgunaan  narkotika, akan tetapi dalam hal pembinaan tidak dilakukan pembedaan sama sekali, karena hingga saat ini belum pernah ada masalah khusus yang dialami oleh anak-anak pengguna narkotika di LP Anak. Berdasarkan UU No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, yang dilakukan  LP terhadap anak sudahlah sesuai.

Karena LP benar-benar menerapkan  prinsip untuk memasyarakatkan anak anak pelaku tindak pidana dan  membantu anak-anak dalam mempersiapkan diri untuk nantinya  kembali ke masyarakat. Akan tetapi  apabila mengacu pada perubahan pasal  67 UU No.35 Tahun 2014 tentang  Perubahan Terhadap Undang-undang  Perlindungan Anak No.23 Tahun 2002,  yang mengatakan bahwa anak penyalahguna narkotika berhak atas  upaya rehabilitasi, akan tetapi hingga  saat ini upaya tersebut belumlah terlaksana, belum ada penanganan
khusus yang diperoleh anak-anak  pengguna narkotika.

Daftar Pustaka :

Agustian. Anas. 2016. Pengguna Narkoba Dikalangan Anak Meningkat, diakses
dari: http://beritajakarta.com/read/10043/Pengguna

Iswanto, 1995, Materi Pelengkap Hukum Pidana I, UMM Press, Malang.

Moeljatno, 1993, Asas-asas Hukum Pidana, Cetakan Kelima, Rineka Cipta,  Jakarta.

Ridha Ma’roef, 1986, Narkotika Bahaya Dan Penanggulangannya, Karisma Indonesia, Jakarta

Samuel Purba, dkk, 2013, Laporan Seminar Restorative Justice Peradilan Anak Sebagai Upaya Perlindungan Anak yang Berkonflik dengan Hukum, Jakarta, Arya Jaya Utama.

Wagiati Sutedjo, 2006, Hukum Pidana Anak, PT. Refika Aditama, Bandung.

 

 

 

 

 

 

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel