
Oleh : Ratih Frayunita Sari, S.I.Kom., M.A Penyuluh Narkoba Ahli Pertama BNN Provinsi Kepulauan Riau
Maraknya peredaran dan penyalahgunaan narkoba merupakan sebuah masalah sosial yang banyak meresahkan masyarakat dunia saat ini. Masalah peredaran dan penyalahgunaan narkoba ini menjadi masalah yang belum bisa teratasi oleh berbagai negara di belahan dunia. Menurut kenyataan kasat mata, peredaran gelap narkoba (narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainya) sudah tidak lagi pada tingkat yang mengkhawatirkan, melainkan sudah pada titik yang berbahaya. Akibat dari penyalahgunaan narkoba dapat merusak mental dan gangguan terhadap sistem syaraf manusia. Sehingga dapat berdampak kepada kualitas mental dan fisik. Hal ini dapat dilihat secara kasat mata baik itu perilaku maupun fisik bagi pengguna. Ciri-ciri pemakai narkoba dapat dikenali secara umum dan diidentifikasi. Tentunya keberagaman narkoba tidak menimbulkan efek yang sama. Setiap narkoba memiliki kandungan, bentuk dan efek yang berbeda-beda.
Penyalahgunaan narkoba ini tidak terlepas dari pengaruh lingkungan sosial seperti lingkungan keluarga, teman sebaya dan juga masyarakat. Adanya hubungan yang tidak baik didalam keluarga seperti kurangnya perhatian, keluarga bercerai, orang tua yang terlalu sibuk serta adanya konflik didalam keluarga dapat membuat seseorang mnjadi tertekan dan depresi hingga terjerumus kedalam penyalahgunaan narkoba. Selain itu pengaruh teman sebaya juga memegang peranan penting khususnya dikalangan para remaja, mereka yang sedang dalam masa pencarian jati diri ini akan sangat mudah terpengaruh oleh teman sebayanya, mengikuti trend dan gaya hidup mereka termasuk gaya hidup menggunakan narkoba.
Disinilah awal seseorang dapat terjerumus kedalam penyalahgunaan narkoba. Sedangkan menurut Agustina, faktor faktor penyebab penyalahgunaan narkoba yaitunya faktor internal dan eksternal. Salah satu faktor internalnya adalah faktor agama atau spiritual seseorang. Menurut Ain Tanjung ada 5 faktor yang menyebabkan orang menyalahgunakan narkoba, salah satunya adalah dasar agama yang tidak kuat. Dasar agama yang ditanamkan dalam diri seseorang sejak kecil akan menjadi perisai bagi dirinya untuk menolak sesuat yang merusak akhlaq.
Akan tetapi jika seseorang yang tidak pernah mendapatkan pendidikan tentang agama sejak kecil akan sangat rawan untuk terjerumus kedalam tindakan kriminal seperti penyalahgunaan narkoba tersebut (Ain Tanjung , 2006). Spritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang Maha Kuasa dan Maha pencipta. Sebagai contoh seseorang yang percaya kepada Allah sebagai Pencipta atau sebagai Maha Kuasa.
Lembaga Pemasyarakatan Anak menurut UU No.2 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak adalah tempat pembinaan dan pendidikan bagi anak pidana, anak negara dan anak sipil. Berdasarkan pasal 60 UU No.3 Tahun 1997 jo. Pasal 18 UU No.12 Tahun 1995, anak pelaku tindak pidana harus ditempatkan di LP Anak yang harus terpisah dari orang dewasa. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari penularan kejahatan dari orang dewasa terhadap anak di LP. Mayoritas anak di LP Anak adalah merupakan anak dengan tindak pidana penyalahgunaan narkotika, akan tetapi dalam hal pembinaan tidak dilakukan pembedaan sama sekali dengan anak-anak tindak pidana
lainnya.
Hal ini dikarenakan hingga saat ini belum pernah ada masalah khusus yang dialami oleh anak pengguna narkotika di LP Anak . Jumlah anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak yaitu berjumlah 105 orang anak yang terdiri dari 3 orang anak dengan tindak pidana ketertiban, 3 orang anak dengan tindak pidana kesusilaan, 13 anak tindak pidana pembunuhan, 4 orang anak dengan tindak pidana penganiayaan, 2 anak dengan tindak pidana pencurian, 2 anak dengan tindak pidana perampokan, 41 anak dengan tindak pidana penyalahgunaan narkotika, dan 25 anak dengan kasus perlindungan anak.
Mayoritas anak di LP Anak adalah merupakan anak dengan tindak pidana penyalahgunaan narkotika. Biasanya anak- anak ini mengkonsumsi narkotika jenis ganja dan shabu-shabu. Menurut anak-anak pengguna narkotika, penggunaan narkotika jenis ini sangat mudah, selain mudah didapat, ganja merupakan narkotika yang harganya murah dan terjangkau bagi anak-anak, hanya dengan 10 ribu rupiah, anak-anak sudah bisa mendapatkan 1 lintingan hanja yang bentuknya menyerupai rokok pada umumnya, sedangkan shabu-shabu harganya relatif lebih mahal daripada ganja, meskipun demikian tidak menutup kemungkinan untuk dibeli dan dikonsumsi oleh anak-anak. Shabu-shabu yang berbentuk kristal juga dengan mudah didapat dan cara mengkonsumsinya juga mudah.
Akan tetapi anak pengguna ganja dan shabu-shabu tidak mengalami sakauw dan ketagihan yang serius ketika tidak menggunakannya. Latarbelakang pekerjaan orangtua anak-anak pengguna narkotika yang menjadi sample di LP Anak adalah buruh dan ibu rumah tangga. Dengan latarbelakang yang demikian, menunjukkan bahwa pada umumnya anak-anak ini berada pada ekonomi yang kurang menguntungkan atau dapat dikatakan berasal dari keluarga yang kurang mampu dan pas-pasan.
Latarbelakang yang demikian tidak lepas dari latarbelakang pendidikan orangtua para narapidana anak yang juga tidak mampu dan pas-pasan. Anak- anak ini biasanya membeli narkotika dari uang jajan yang diberikan oleh orangtuanya, dan beberapa anak lainnya membeli dari dari uang yang diperoleh dari hasil bekerja di bengkel. Alasan anak-anak ini menggunakan narkotika adalah berawal dari coba-coba yang dikenalkan oleh teman-teman sepermainan, setelah menggunakan atau mengkonsumsi narkotika ini, anak-anak biasanya merasa percaya diri didepan orang banyak, merasa beban atau masalah terasa ringan untuk sesaat.
Beberapa diantara anak-anak ini tidak hanya merupakan pengguna, tetapi ada juga yang merupakan pengedar. Dalam hal pengedar ini, anak menjual shabu- shabu yang harganya relatif lebih mahal dari ganja. Oleh sebab itu, anak yang menjual shabu shabu ini dapat memperoleh penghasilan yang cukup untuk bisa membeli narkotika yang kemudian digunakan untuk dirinya sendiri. Permasalahan yang mendasar bagi narapidana di LP Anak adalah ‘bagian yang kompleks yang butuh perhatian dan penanganan yang khusus oelh pemerintah dan masyarakat. Permasalahan yang mendasar yang dirasakan narapidana adalah tekanan sosial ekonomi, akibat sulitnya memperoleh peluang untuk mendapatkan pekerjaan dan keterampilan yang kurang, juga stigma masyarakat terhadap narapidana, yang mana masyarakat belum siap untuk menerima kembali narapidana untuk kembali ke masyarakat.
Maka LP memberikan pembinaan mental dan pelatihan keterampilan bagi narapidana sesuai dengan bakat dan minat narapidana agar menjadi bekal usaha untuk memperoleh pekerjaan yang layak atau dapat menciptakan lapangan pekerjaannya sendiri agar bisa memperoleh penghasilan untuk melanjutkan kehidupannya yang lebih baik. Berdasarkan penelitian melalui pengamatan langsung yang penulis lakukan di LP Anak , penulis memperoleh pemahaman bahwa interaksi antara petugas dengan anak di LP Anak berupa 5 program pembinaan di LP Anak. Pertama, pembinaan kesadaran beragama. Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara.
Pembinaan kemampuan intelektual. Pembinaan kesadaran hukum. Pembinaan menginteraksikan diri dengan masyarakat. Pembinaan yang dilakukan LP Anak terhadap anak-anak di LP Anak berfokus pada pembinaan dalam hal pendidikan yang mengacu pada Sistem Penidikan Nasional yaitu tentang wajib belajar 9 tahun, oleh karena, anak wajib memperoleh pendidikan meskipun berada di LP. Pelaksanaan pendidikan di LP dikategorikan berdasarkan usia dan pendidikan terakhir anak sebelum masuk ke LP Anak. Meskipun anak-anak yang berada di LP adalah anak-anak yang bermasalah dengan hukum, akan tetapi hal itu tidak menutup kemungkinan bagi mereka untuk bersekolah. Pendidikan yang dilakukan LP Anak terhadap anak adalah termasuk dalam upaya LP dalam membina anak-anak agar ketika keluar dari LP, anak-anak tidak ketinggalan pelajaran.
Anak yang dijatuhi pidana penjara kemudian ditempatkan di LP Anak untuk mendapatkan haknya yaitu berupa pembinaan, pembimbingan, pengawasan, pendampingan, pendidikan, pelatihan dan hak-hak lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pembinaan di LP Anak benar-benar membina dan menerapkan prinsip untuk memasyarakatkan dan mempersiapkan diri anak-anak untuk nantinya kembali ke masyarakat. Pemberiaan pembinaan nagi anak di LP sepenuhnya adalah merupakan sepenuhnya merupakan kewenangan dari LP
Anak, akan tetapi hal ini tidak lepas dari campur tangan orangtua si anak. Dalam hal administrasi, LP membutuhkan bantuan orangtua atau keluarga anak untuk melengkapi akta kelahiran dan data diri dan laporan terkait pendidikan terakhir sebelum si anak masuk ke LP Anak. Setelah data yang dibutuhkan diperoleh, barulah kemudian dapat dilakukan tindakan terhadap narapidana anak untuk dapat melanjutkan
pendidikannya.
Pembinaan yang diperoleh anak-anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak tidak hanya berasal dari internal LP saja, tetapi juga terdapat pembinaan dari eksternal LP yaitu dari Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, BNN dan lain sebagainya. Anak- anak juga sering mendapatkan kunjungan dari beberapa perusahaan yang memberi peluang bagi anak untuk mengembangkan keterampilannya, misalnya memberikan fasilitas bagi anak-anak yang memiliki bakat di bidang otomotif di LP
Anak untuk memperbaiki motor dan bahkan merakit motor sendiri.
Hukuman narapidana anak berbeda dengan narapidana dewasa. Bila pada narapidana dewasa berlaku hukuman mati dan hukuman seumur hidup, akan tetapi bagi narapidana anak tidak berlaku hukuman ini. Penjatuhan pidana bagi anak-anak yang bermasalah dengan hukum kemudian akan di proses dan diberi pembinaan sesuai dengan yang telah diatur dalam pasal-pasal yang terkait dengan prosedur penjatuhan pidana bagi anak, misalnya yang tertulis dalam Pasal 32 ayat (2) UU No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana, yang mengatakan bahwa syarat penahanan terhadap anak adalah apabila anak telah berumur 14 tahun atau lebih dan diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana 7 (tujuh) tahun atau lebih.
Pembinaan terhadap anak pengguna narkotika di LP Anak tidak ada perbedaan atau tidak ada perlakuan khusus yang membedakannya dengan anak-anak dengan tindak pidana lainnya. Anak-anak di LP Anak memperoleh hak dan pembinaan yang sama dan merata. Meskipun mayoritas anak di LP Anak adalah merupakan anak dengan tindak pidana penyalahgunaan narkotika, akan tetapi dalam hal pembinaan tidak dilakukan pembedaan sama sekali, karena hingga saat ini belum pernah ada masalah khusus yang dialami oleh anak-anak pengguna narkotika di LP Anak. Berdasarkan UU No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, yang dilakukan LP terhadap anak sudahlah sesuai.
Karena LP benar-benar menerapkan prinsip untuk memasyarakatkan anak anak pelaku tindak pidana dan membantu anak-anak dalam mempersiapkan diri untuk nantinya kembali ke masyarakat. Akan tetapi apabila mengacu pada perubahan pasal 67 UU No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan Terhadap Undang-undang Perlindungan Anak No.23 Tahun 2002, yang mengatakan bahwa anak penyalahguna narkotika berhak atas upaya rehabilitasi, akan tetapi hingga saat ini upaya tersebut belumlah terlaksana, belum ada penanganan
khusus yang diperoleh anak-anak pengguna narkotika.
Daftar Pustaka :
Agustian. Anas. 2016. Pengguna Narkoba Dikalangan Anak Meningkat, diakses
dari: http://beritajakarta.com/read/10043/Pengguna
Iswanto, 1995, Materi Pelengkap Hukum Pidana I, UMM Press, Malang.
Moeljatno, 1993, Asas-asas Hukum Pidana, Cetakan Kelima, Rineka Cipta, Jakarta.
Ridha Ma’roef, 1986, Narkotika Bahaya Dan Penanggulangannya, Karisma Indonesia, Jakarta
Samuel Purba, dkk, 2013, Laporan Seminar Restorative Justice Peradilan Anak Sebagai Upaya Perlindungan Anak yang Berkonflik dengan Hukum, Jakarta, Arya Jaya Utama.
Wagiati Sutedjo, 2006, Hukum Pidana Anak, PT. Refika Aditama, Bandung.