Skip to main content
EdukasiArtikel

Mengenal Kebijakan “Pak Opium Dan Regi Opium” Sebagai Sejarah Peredaran Opium Di Indonesia

Dibaca: 440 Oleh 19 Nov 2021Juni 20th, 2022Tidak ada komentar
Mengenal Kebijakan “Pak Opium Dan Regi Opium” Sebagai Sejarah Peredaran Opium Di Indonesia
#BNN #StopNarkoba #CegahNarkoba

Oleh Mohammad Geralldine Nurhadi Mahasiswa Kriminologi Universitas Indonesia

Sepanjang sejarah Indonesia pemaslaahan terkait peredaran narkotika selalu berada pada posisi teratas yang membutuhkan respon dalam memberantasnya. Hal tersebut membuat banyak cara yang digunakan oleh pemerintah dalam upaya mengendalikan dan mengurangi penggunaan serta peredaran narkotika, seperti opium. Opium adalah sebuah lateks dari tanaman Papaver somniferum yang diolah secara kimia yang kemudian menghasilkan heroin dan opioid sintetis lain. Hasil produksi dari tanaman tersebut kemudian digunakan untuk keperluan medis atau penjualan narkotika ilegal. Salah satu cara pemerintah dalam mengatur peredaran opim adalah melalui pembuatan kebijakan. Beberapa kebijakan yang pernah diterapkan di Indonesia diantaranya adalah pak opium dan regi opium (Rush, 2012).

Kebijakan tersebut dibuat dan diterapkan pada masa pemerintahan kolonial Belanda di abad ke-19. Rush (2012), dalam bukunya yang berjudul Buku Candu Tempo Doeloe, menggambarkan kebijakan pak opium dan regi opium pada masa pemerintahan Belanda. Beliau menyatakan pak opium adalah sebuah perjanjian penjualan opium yang diberikan oleh pemerintah kolonial Belanda pada abad ke-19. Perjanjian tersebut diberikan sebagai upaya mengurangi angka produsen opium di Jawa. Kebanyakan orang yang membeli izin tersebut adalah pengusaha-pengusaha beretnis Tionghoa yang ada di Jawa. Kebijakan tersebut kemudian mendapatkan banyak kritik terhadap penerapannya yang dianggap merusak tatanan ekonomi dan sosial masyarakat Jawa. Para pengepak juga dianggap mengeksploitasi masyarakat Jawa dengan menjadikan mereka pecandu opium yang terus bergantung pada para pengepak.

            Regi Opium menjadi tawaran solusi terhadap masalah opium setelah sistem perpakan mendapatkan banyak kritik dari berbagai pihak. Dua proposal detil tentang cara kerja regi opium muncul pada 1889, salah satunya adalah Opiumpacht or Opiumregie? Yang ditulis oleh N.J. Struick. Di Dalamnya, Struick menjelaskan kelemahan utama sistem regi oleh Prancis dimana harga opium yang rendah di Cochin Cina dan pengecer opium menambah keuntungan dengan meningkatkan penjualan. Kemudian Struick mengajukan sistem regi yang dimodifikasi dimana seluruh perdagangan ditangani oleh pegawai negara.

Menteri kolonial Keuchenius kemudian menganggap regi sebagai solusi terhadap opium. Dia kemudian memerintahkan W.P. Groeneveldt utk pergi ke Cochin Cina dan melakukan kajian menyeluruh terhadap program Prancis. Hasilnya, Groeneveldt membuat gambaran positif tentang berbagai cara penerapan regi. Groeneveldt tidak memandang opium sebagai hal berbahaya jika tidak digunakan berlebihan. Dia juga menyatakan bahwa sistem pak tidak dapat mencapai tujuan etis dan pajak yang diinginkan pemerintah. Groeneveldt kemudian mengajukan regi sebagai jalan keluar.

Groeneveldt kemudian mengajukan regi versinya yang memadukan pemikirannya dengan Struick dimana negara akan terlibat dalam seluruh proses produksi dan distribusi opium di tanah jajahannya. Kemudian pasokan opium tidak seharusnya dibatasi, melainkan mencegah aliran opium ilegal agar negara dapat menjual produknya dengan harga tinggi. Harga tinggi tersebut kemudian diharapkan dapat mencegah penggunaan berlebihan. Biaya awal yang diperlukan dlm membentuk regi kemudian akan tertutup oleh keuntungan tsb. Solusi ini dianggap sesuai krn terdapat kemungkinan bahwa belanda dpt menikmati hasil opium tanpa pak dan orang Tionghoa. Tiga tahun kemudian, solusi tersebut baru terwujud setelah percobaan regi diterima di parlemen. Kebijakan ini kemudian diterapkan di seluruh Jawa dan Madura pada tahun 1896 setelah sebelumnya dilakukan percobaan di Madura pada 1894. Namun, dalam praktiknya kebijakan sistem pak opium dan regi opium yang diterapkan oleh pemerintah kolonial di Jawa pada abad ke-19 sampai abad ke-20 dapat dikatakan kurang efektif dalam meregulasi pemakaian dan peredaran opium. Bahkan sebaliknya, kebijakan tersebut meningkatkan angka pengguna dan pecandu opium di Jawa sehingga dibutuhkan kebijakan yang lebih berintegritas untuk menekan peredaran gelap opium dan narotika di Indonesia.

Referensi

Rush, J. R., (2012). Candu Tempo Doeloe: Pemerintah, Pengedar & Pecandu 1860-1910. Depok: Komunitas Bambu.

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel