Skip to main content
Artikel

Indonesia Embrio Narkoba : Sebuah Penyadaran “ Melek” Hukum

Dibaca: 175 Oleh 25 Jun 2021September 2nd, 2021Tidak ada komentar
Indonesia Embrio Narkoba : Sebuah Penyadaran “ Melek” Hukum
#BNN #StopNarkoba #CegahNarkoba

Indonesia Embrio Narkoba : Sebuah Penyadaran “ Melek” Hukum

Oleh : Ratih Frayunita Sari, S.I.Kom., M.A (Penyuluh Narkoba Ahli Pertama)

Urgensi Isu Narkoba Dewasa ini

Menilik perkembangan saat ini, isu narkoba mulai menjadi hal yang seksi untuk dibahas. Terlepas dari terminologi narkoba itu apa, dan apakah memang semua narkoba itu dianggap bahaya laten bagi manusia?. Hampir seluruh mayarakat membicarakannya khususnya dimensi virtual. Pembahasan narkoba berangkat dari kasus yang semakin banyak terkuak di media massa hingga upaya hukuman mati yang diberlakukan Indonesia bagi pelaku kriminal.

Jika menilik kembali pemberitaan di berbagai media massa termasuk media sosial BNN tengah menjadi bulan-bulanan netizen lantaran postingan terbaru tentang gambaran ciri-ciri penyalahguna narkoba di media sosial yang dinilai tidak relevan dengan perkembangan saat ini. Dikutip dari salah satu situs berita bahwa “Badan Narkotika Nasional (BNN) merilis 53 ciri-ciri umum pengguna narkoba. Informasi itu menjadi trending topics di jejaring sosial Twitter, dengan hastag #CiriPenggunaNarkoba.  Pantauan Kompas.com, Senin (29/8/2016), hingga pukul 20.00, informasi dari BNN itu mendapat beragam komentar netizen. Sebagian besar komentar bernada gurauan dan mengaitkannya dengan dengan urusan cinta sampai menyinggung masalah politik.” [1]

Dalam informasi yang ditayangkan tersebut BNN berharap bahwa informasi yang diberikan itu dapat menjadi edukasi bagi masyarakat dalam memahami dan mengenal ciri pengguna narkoba dan yang menjadi korban dapat melaporkan diri ke BNN agar memperoleh fasilitas rehabilitasi. Karena, jika dibiarkan, pecandu narkoba bisa menyebabkan problem baik psikologis maupun sosial di lingkungannya. Sementara kumpulan ciri-ciri pengguna narkoba tersebut memang berasal dari riset yang pernah dilakukan BNN. Setelah berita itu dinaikkan justru netizen lebih fokus pada hal yang menarik  bagi mereka untuk jadi celah candaan, dikaitkan dengan kegagalan percintaan hingga permasalahan kehidupan sehari-hari.

Twitter pada dasarnya sebagai salah satu media sosial yang kerap dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dalam berbagai aspek, misalnya sebagai sarana protes, kampanye politik, sarana pembelajaran, dan sebagai media komunikasi darurat. Twitter juga dihadapkan pada berbagai masalah dan kontroversi seperti masalah keamanan dan privasi pengguna, gugatan hukum, dan penyensoran. Tingginya popularitas Twitter menyebabkan aplikasi ini telah menjadi kebutuhan bagi pengguna sosial media. Kicauan bisa dilihat secara luar, namun pengirim dapat membatasi pengiriman pesan ke daftar teman-teman mereka saja. Pengguna dapat melihat kicauan penulis lain yang dikenal dengan sebutan pengikut.

Kecendruangan penilaian netizen ini tentu sejalan dengan Agenda Setting Theory bahwa media massa memiliki kekuatan untuk mempengaruhi agenda media kepada agenda publik. Apa yang menjadi hal menarik untuk kemudian menjadi topik utama. Teori Agenda Setting didasari oleh asumsi demikian. Teori ini sendiri dicetuskan oleh Profesor Jurnalisme Maxwell McCombs dan Donald Shaw. Menurut McCombs dan Shaw, “we judge as important what the media judge as important”. Kita cenderung menilai sesuatu itu penting sebagaimana media massa menganggap hal tersebut penting. Jika media massa menganggap suatu isu itu penting maka kita juga akan menganggapnya penting. Sebaliknya, jika isu tersebut tidak dianggap penting oleh media massa, maka isu tersebut juga menjadi tidak penting bagi diri kita, bahkan menjadi tidak terlihat sama sekali.

Kecerdasan Mengelola Informasi Narkoba di Media Massa

Denis McQuail (2000: 426) mengutip definisi Agenda Setting sebagai “process by which the relative attention given to items or issues in news coverage infulences the rank order of public awareness of issues and attribution of significance. As an extension, effects on public policy may occur.” [2]

Setiap orang tentunya tidak ingin ketinggalan informasi – informasi mengenai apa saja yang sedang menjadi tren belakangan ini, agar mereka tidak ketinggalan berita maka mereka pun melakukan berbagai upaya. Mereka pun membaca koran dan majalah, menonton televisi , mengakses internet, dan tentunya saling bertukar informasi dengan sesamanya , ini semua merupakan upaya setiap orang agar mereka tidak ketinggalan dalam mengetahui perkembangan dunia. Namun, apabila diperhatikan secara lebih teliti maka medialah yang mengatur trend maupun berita. Begitu pula dengan masalah narkoba, pergeseran mulai dari mengapa penyalahgunaan narkoba itu berbahaya hingga bergeser pada penanganan narkoba sejauh ini. Tentu ini tidak terlepas dari daya kritis masyarakat yang terus berkembang dipicu dengan pemberitaan yang ada di media massa. Pada awalnya masyarakat acuh tak acuh kemudian beranjak menjadi penasaran. Presiden Jokowi sebagai orang nomor satu di negeri ini juga menjadi focal point mengapa Indonesia darurat narkoba menjadi isu penting.

Saya mencoba mengajak pembaca bergelut dengan pemikiran bahwa selama ini kita seringkali dikendalikan oleh media massa dan diperlukan literasi untuk menjadikan media massa itu sebagai wahana belajar dan menemukan faktanya bukan pembenaran. Narkoba bukanlah objek yang dilihat menarik hanya karena kasus pemberantasannya, namun lebih dari itu narkoba ini embrio yang terus tumbuh dan hidup dalam masyarakat. Perlu kognitif dan dibarengi dengan kesadaran untuk berpartispasi menjaga diri dan keluarga agar terus dengan pola hidup yang sehat.

Gejolak Framing Cikal Partispasi Masyarakat

Framing yang dilakukan media membuat suatu berita terus menerus ditayangkan di media sehingga muncul agenda publik. Seperti yang dikatakan Robert N. Ertman, framing dalam adalah proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga bagian tertentu dari peristiwa itu lebih menonjol dibandingkan aspek lain. Masyarakat akan menjadikan topik utama yang diangkat oleh media sebagai bahan perbincangan sehari-hari. Pengaruh dari teori agenda setting terhadap masyarakat dan budaya sangat besar.

Apa yang perlu disikapi dari adanya gejolak agenda setting ini adalah kemampuan untuk bertindak sebagai aktor pemain bahwa isu narkoba adalah isu nasional yang membutuhkan gerakan masif dari seluruh lapisan masyarakat baik dari sektor pekerja, mahasiswa, maupun elemen masyarakat. Ada hal yang disebut “melek hukum” ini merupakan cara pandang sesorang untuk menjadi lebih peka terhadap permasalahan yang ada di sekitar. Kondisi narkoba kini misalnya yang semakin diperparah dengan transformasinya lapas menjadi tempat produksi narkoba. Kondisi kerawanan ini memang dipengaruhi oleh geografis yang terbuka menyebabkan Narkoba mudah masuk & menyebar di seluruh wilayah Indonesia  dan ditambah lagi dengan demografis yang sangat besar (250 juta jiwa) menjadi pasar potensial peredaran gelap Narkoba.[3]

“Melek” hukum dibutuhkan oleh masyarakat agar semua menyadari bahwa penanganan narkoba dilihat dari kacamata yang besar.  Karena narkoba ini merupakan extraordinary crime itulah mengapa ada istilah narkoba merupakan pembunuh massal. Bagaimana tidak, generasi muda Indonesia merupakan sasaran empuk bagi sindikat perdagangan dan peredaran gelap narkoba, karena konsumennya banyak dan berani memberi dengan harga tinggi. Opps! Ini bukan suatu prestasi bukan?

Perlu disadari bersama bahwa “melek” disini adalah bagaimana penyadaran terhadap masyarakat untuk menanggapi isu narkoba ini masuk dalam tataran kehidupan sehari-hari. Melakukan aktivitas secara positif, membangun kesadaran pentingnya menjaga dan memproteksi dini dari kemungkinan adanya penyalahgunaan yang terjadi di lingkungan sekitar kita.

Media massa dapat menjadi katalisator dalam perubahan perilaku masyarakat dalam mencegah penyalahgunaan narkoba, tidak hanya menyoroti hal yang kasat mata ditampilkan media, tapi menyelaminya dengan bekal pemahaman framing. Menurut Barber dalam jurnalnya yang berjudul ‘New Ideas and Fertility Limitation: The Role of Mass Media. media massa mengubah perilaku baik dengan memberikan informasi baru atau pilihan (sejenis perubahan struktural) dan dengan membentuk identitas diri[4]

Kini dengan perkembangan media massa yang ada, idealnya media massa khususnya yang disebut sebagai media baru dapat dimanfaarkan untuk menyebarluaskan informasi pencegahan penyalahgunaan narkoba. Hampir semua orang memiliki gadget bahkan lebih dari satu, dan intensitas orang-orang kini menggunakan gadget untuk mengakses informasi juga tinggi, jadi ini merupakan gerakan yang positif mengedukasi masyarakat dengan pemanfaatan media massa. Orang membutuhkan media massa untuk mengekspresikan ide – ide mereka ke khalayak luas. Tanpa media massa , gagasan tentang bagaimana mencegah narkoba hanya akan sampai ke orang-orang sekitar anda, tidak secara luas. (Ratih Frayunita Sari)

Sumber :

[1] megapolitan.kompas.com/read/2016/08/29/22051361/ciri ciri.pengguna.narkoba.dari.bnn.jadi.trending.topics.

[2] Dalam McQuail, Denis. 2000. Mass Communication Theory. London: Sage

[3] Disampaikan penulis pada saat FGD KemenkumHAM penyusunan grand design Desa Sadar Hukum, penanganan lintas sektor masalah narkoba, Best Western 24-26 Agustus 2016

[4] Barber. New Ideas and Fertility Limitation: the Role of Mass Media.” Journal of Marriage and Family, 66(5): 1180-1200

 

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel