
Ratih Frayunita Sari, S.I.Kom., M.A Penyuluh Narkoba BNN Provinsi Kepulauan Riau
People Pleaser dalam Kehidupan Sehari-Hari
Jika ditilik secara mendalam terhadap faktor yang mendorong seorang menyalahgunakan narkoba, ini berangkat dari berbagai dimensi salah satunya karena adanya ajakan dari teman atau seseorang sehingga tidak merasa nyaman untuk menolak. Gambaran ini memperlihatkan bagaimana fenomena penyalahgunaan juga berakar dari adanya perasaan sungkan, segan karena takut akan mendapatkan respon atau penilaian negatif. Dalam psikologi ini kondisi ini disebut people pleaser.
Menurut seorang social psychologist, Susan Newman, people pleaser adalah orang yang memiliki kecenderungan untuk menyenangkan orang lain. People pleaser menomorsatukan kepentingan orang lain dibandingkan kepentingan diri hanya untuk diterima, disukai, dan diandalkan di segala sesuatu[1]. People pleaser cenderung menaruh kepentingan orang lain di atas kepentingannya sendiri dengan tujuan agar ia disukai. Ia membentuk dirinya sesuai dengan harapan orang lain. Dari tampak luar, ia mengiyakan dengan senyuman, tapi dalam hati ia menyimpan berbagai bantahan, yang ketika menumpuk melahirkan rasa kecil, amarah bahkan kebencian.
People pleaser punya kebutuhan yang tinggi untuk diterima orang lain. Maka itu, ia cenderung setuju dengan suara terbanyak, tanpa mempertimbangkan atau mengutarakan terlebih dulu pemikiran dan perasaannya. Ia mensensor diri untuk menghindari konflik dan takut dikucilkan. Tidak jarang akhirnya ia terkesan tidak punya pendirian. People pleaser juga tidak terlalu kenal dengan dirinya sendiri. Ia sulit mengenali apa yang ia rasakan atau inginkan karena sibuk memperhatikan perasaan dan memenuhi keinginan orang lain. Saking merasa bertanggungjawab atas perasaan orang lain, ia jadi sering minta maaf meski kesalahan bukan dia yang buat. People pleaser memiliki penilaian yang rendah terhadap dirinya sendiri. Ada bahkan yang mengukur harga dirinya lewat berapa banyak pujian atau pengakuan yang ia dapatkan dari orang lain. [2]
People pleaser percaya ia hanya layak dicintai ketika ia memberikan segalanya untuk orang lain. Ini bisa menjadi sangat berbahaya ketika ia berada dalam suatu hubungan yang sarat kekerasan karena ia bisa dengan mudah mentolerir dan memaafkan pasangan yang melakukan kekerasan. Memang, menyenangkan orang lain bisa turut membuat kita bahagia. Kita juga bisa menjalin hubungan dengan orang lain lebih baik ketika kita mempertimbangkan keinginan dan perasaan mereka. Namun jika kadarnya berlebihan, perilaku ini bisa jadi masalah bagi people pleaser itu sendiri dan orang sekitar. Karena selalu berusaha menyenangkan orang lain, people pleaser jadi mudah dimanfaatkan orang lain. Karena ia minim kendali atas pikiran, perasaan dan aksinya, hidupnya jadi kurang memuaskan.[3]
People pleaser dan kecendrungan Narkoba
Fenomena people pleaser berakar dari kondisi lemahnya keyakinan diri terhadap diri sendiri sehingga lebih mempercayai dan menjalankan apa yang baik menurut orang lain bukan dirinya. Dalam kasus penyalahgunaan narkoba, ajakan teman sebaya seringkali menjadi pemicu seseorang menyalahgunakan narkoba karena takut tidak diterima secara sosial oleh teman-teman terdekat sehingga ikut mencoba narkoba. Label “biar keren” menjadi salah satu hal yang paling sering menempel pada pikiran remaja saat ini.
Hasil beberapa penelitian menunjukan bahwa hubungan pertemanan sosial dengan kecenderungan menggunakan narkoba pada remaja Teman sebaya mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap. Keterkaitan remaja dan teman sebaya dapat berdampak positif dan negatif dalam kehidupan
remaja. Remaja yang tidak mampu memilah dengan baik pertemanan sosialnya akan memiliki kecenderungan tidak mampu menolak pengaruh kearah negatif, salah satunya penyalahgunaan narkoba. Namun, remaja yang mempunyai kontrol diri dan tidak people pleaser akan meningkatkan perilaku dan sikap yang baik dalam pergaulan.
Kelompok pertemanan sosial sebagai lingkungan sosial bagi remaja mempunyai peranan yang cukup penting bagi perkembangan kepribadiannya. Pada masa remaja juga berkembang sikap comformity yaitu kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran (hobby) atau keinginan orang lain (teman sebaya). Perkembangan sikap konformitas pada remaja dapat memberikan dampak yang positif maupun yang negatif bagi dirinya.[4]
Untuk mencegah kecenderungan menjadi people pleaser, kita perlu mencermati dulu masa lalunya. Ini bisa saja karena faktor lingkungan keluarga, dimana dia dibesarkan oleh figur yang tidak bisa menerima atau memaafkan perlawanan-perlawanan kecilnya yang sesungguhnya alami. Mungkin ayah atau ibunya sering marah besar hanya karena ia bilang ingin makan sesuatu yang berbeda dari yang sudah disiapkan. Mungkin juga ia dibesarkan oleh figur yang rapuh. Maka ia terbiasa menyembunyikan hal-hal tidak enak demi melindungi perasaan ayah atau ibunya dan tidak menambah beban pikiran.
Langkah kecil agar bisa stop menjadi people pleaser adalah mulai belajar mengatakan tidak dengan ramah. Anda akan menyadari mengatakan tidak bukan berarti akhir dari segalanya. Kita bisa mulai keluar dari kebiasaan people pleasing dengan mengatakan tidak pada sesuatu yang kecil, mengungkapkan pendapat sendiri tentang sesuatu yang sederhana, atau mengambil sikap terhadap sesuatu yang kita yakini. Kita tidak perlu berusaha disukai semua orang karena disukai semua orang itu tidak mungkin. Dengan meningkatkan kemampuan dalam berani menolak, secara tidak langsung kita telah melatih diri kita untuk tidak terbiasa menuruti orang lain agar diterima secara sosial.
Referensi :
Cohen, S. I. 2018. How I Learned to Stop Being a People-Pleaser. Retrieved from https://www.google.com/amp/s/www.psychologytoday.com/us/blog/your-emotional-meter/201803/how-i-learned-stop-being-people-pleaser%3famp Raypole, C. 2019. How to Stop People-Pleasing (and Still Be-Nice). Retrieved from https://www.healthline.com/health/people-pleaser
Marissa Anita,2018. People pleaser. https://greatmind.id/article/on-marissa-s-mind-people-pleaser
Muhsinin, Zaqyyah Huzaifah, Noor Khalila, 2017. Peer Influence Against The Tendency To Use Drugs In Adolescents In Banjarmasin. Caring Nursing Journal ISSN : 2580-0078 Vol. 1 No. 2 (Oktober, 2017)
Septania Nurdika, 2020. Semua tentang gak enakan. https://psikomedia.net/people-pleaser-semua-tentang-nggak-enakan/
[1] Septania Nurdika, 2020. Semua tentang gak enakan. https://psikomedia.net/people-pleaser-semua-tentang-nggak-enakan/ diakses 18 Juli 2022
[2] Cohen, S. I. 2018. How I Learned to Stop Being a People-Pleaser. Retrieved from https://www.google.com/amp/s/www.psychologytoday.com/us/blog/your-emotional-meter/201803/how-i-learned-stop-being-people-pleaser%3famp Raypole, C. 2019. How to Stop People-Pleasing (and Still Be-Nice). Retrieved from https://www.healthline.com/health/people-pleaser diakses 16 Juli 2022
[3] Marissa Anita,2018. People pleaser. https://greatmind.id/article/on-marissa-s-mind-people-pleaser diakses 16 Juli 2022
[4] Muhsinin, Zaqyyah Huzaifah, Noor Khalila, 2017. Peer Influence Against The Tendency To Use Drugs In Adolescents In Banjarmasin. Caring Nursing Journal ISSN : 2580-0078 Vol. 1 No. 2 (Oktober, 2017)