
Oleh : Ratih Frayunita Sari, S.I.Kom., M.A, Penyuluh Narkoba Ahli Pertama BNN Provinsi Kepulauan Riau.
Penyalahgunaan narkoba telah menjadi ancaman nasional dan internasional yang perlu mendapat perhatian seksama secara multidimensional, baik secara mikro di tingkat keluarga maupun secara makro di tingkat ketahanan nasional. Hal tersebut merupakan penyakit mental dan perilaku yang berdampak pada kondisi kejiwaan yang bersangkutan. Berdasarkan data yang ada di BNN, tidak satu Kabupaten/Kota di Indonesia yang menyatakan bebas dari masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.
Badan Narkotika Nasional (BNN) mencatat bahwa persoalan narkotika di Indonesia masih dalam kondisi yang memerlukan perhatian dan kewaspadaan tinggi secara terus menerus dari seluruh elemen bangsa Indonesia. Dari hasil penelitian yang dilakukan BNN secara periodik setiap tiga tahunnya, angka prevalensi narkotika tahun 2011 pada angka 2,23 %, 2014 pada angka 2,18 %, 2017 pada angka 1,77 % dan pada tahun 2019 pada angka 1,80 %.
Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia 2019, menemukan prevalensi penyalahgunaan narkoba pada remaja dewasa berusia 20-24 tahun10,7%) lebih besar daripada remaja berumur 15-19 tahun (5,3%).2Berdasarkan pekerjaan, kasus penyalahguna terbesar yang terus meningkat sepanjang tahun adalah pekerja di sektor wiraswasta dan pengangguran. Data tersebut tidak berbeda dengan data Departemen Sosial, populasi korban narkotika yang dalam 5 tahun terakhir ini cenderung meningkat secara bermakna. Pada tahun 2002, sebagian besar penyalahguna narkoba adalah pekerja sektor swasta (18,6%) yang selanjutnya diikuti oleh pelajar/mahasiswa (10,7%) dan pengangguran (24%).Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa keinginan mencoba merupakan faktor awal yang menjerumus kan sebagian besar pengguna (55%), diikuti oleh alasan terbujuk teman (30%) dan bersenang-senang (11%). Penelitian pada narapidana narkoba juga menemukan bahwa konsumsi yang dilakukan pertamakali disebabkan oleh keinginan untuk mencoba-coba (50%), diberi teman (14%) dan ingin melupakan masalah (11%).
Hal senada diungkapkan oleh peneliti lain bahwa faktor yang juga dapat menyebabkan penyalah gunaan narkoba ada- lah faktor internal dan eksternal individu.Faktor internal meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, perilaku merokok. Sedangkan faktor eksternal meliputi status kawin, pendapatan, hubungan interpersonal dalam keluarga, ketaatan beribadah dalam keluarga, jenis pekerjaan, kondisi tempat bekerja, hubungan dengan rekan kerja, kesesuaian kerja, dan beban kerja. Berbagai. variabel tersebut diperkirakan berpengaruh terhadap penyalahgunaan narkoba di kalangan pekerja formal dan informal yang berkunjung ke tempat hiburan.
Beberapa penelitian terkait narkoba dan pekerja menemukan bahwa variabel pendidikan berhubungan secara bermakna dengan
penyalahgunaan narkoba. Pekerja yang berpendidikan tinggi berisiko penyalahguna narkoba 2,16 kali lebih besar daripada yang berpen- didikan rendah. Hal tersebut ditemukan baik pada kelompok pengguna setahun pakai maupun pada kelompok yang pernah pakai. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menemukan hubungan bermakna antara pendidikan dengan penyalahgunaan narkoba.
Hal ini terjadi karena diasumsikan pekerja yang berpendidikan tinggi cenderung mempunyai pekerjaan yang lebih baik dari- pada pekerja yang berpendidikan rendah. Keadaan ini memungkinkan pekerja yang berpendidikan tinggi bekerja lebih penat sehinga menggunakan narkoba. Pendidikan juga sangat mempengaruhi terhadap pola tingkah laku, pendidikan juga mendukung perbedaan kelas sosial dalam berinteraksi dengan orang lain. Seseorang dari kelas ekonomi menengah cenderung mendapatkan kesempatan yang lebih besar untuk mencapai yang diinginkannya. Selain itu asumsi selama ini mengenai perilaku merokok berhubungan secara bermakna dengan penyalahgunaan narkoba juga termasuk. Pekerja yang merokok berisiko 3,10 kali lebih besar untuk mengalami penyalahguna narkoba coba pakai dan 1,56 kali lebih besar untuk mengalami penyalahgunaan setahun pakai daripada pekerja yang tidak merokok.
Seseorang terus menerus mengkonsumsi rokok yang mengandung zat adiktif yang menimbulkan ketagihan dan ketergantungan berisiko lebih besar untuk mengalami ketergantungan narkoba. Perilaku merokok yang merugikan ju- ga telah dibuktikan dari beberapa penelitian lain. Hal tersebut berarti bahwa perokok pasif yang juga terpapar zat aditif yang menyebabkan ketergantungan akan
mengalami akibat yang sama. Meskipun tidak berhubungan secara bermakna de-ngan penyalahgunan narkoba, status perkawinan dapat mempengaruhi hubungan antara faktor hubu- ngan interpersonal dalam keluarga dengan penyalahgu-
naan narkoba. Hal tersebut sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa status perkawinan tidak berhubu- ngan secara bermakna dengan penyalahgunaan narkoba.
Namun, penelitian lain menemukan hasil yang berbeda, bahwa seseorang yang berada dalam kondisi keluarga yang tidak baik (disfungsi keluarga) akan merasa tertekan yang dapat menjadi faktor penyerta yang meningkatkan risiko penyalahgunaan narkoba. Kondisi keluarga yang tidak baik adalah keluarga yang tidak utuh, misalnya akibat perceraian, meninggal, atau kesibukan dengan aktifitas di luar rumah. Aspek pendapatan pekerja juga berisiko lebih besar untuk menyalahgunakan narkoba. Semakin besar pendapatan semakin meningkat risiko
untuk menyalahgunakan narkoba.
Pekerja yang tidak merokok tapi berada dalam lingkungan keluarga yang tidak taat men- jalankan ibadah mempunyai nilai rasio odds (2,85) lebih kecil daripada pekerja merokok yang berada dalam lingkungan keluarga yang taat beribadah. Risiko penyalahguna se- tahun pakai pada pekerja perokok dalam lingkungan keluarga yang taat beribadah jauh lebih rendah daripada pekerja tidak merokok dan berada dalam lingkungan keluarga yang tidak taat risiko. Sedangkan, pekerja merokok yang berada dalam lingkungan keluarga yang tidak taat beribadah berisiko lebih besar daripada pekerja yang tidak merokok dan berada dalam lingkungan keluarga yang taat beribadah.
Dapat dilihat bahwa berbagai fak- tor yang berhubungan dengan penyalahgunaan narkoba pada pekerja formal dan informal yang berkunjung ke tempat hiburan. Faktor-faktor tersebut meliputi umur, pendidikan, perilaku merokok, ketaatan beragama dalam keluarga, pendapatan, hubungan interpersonal dalam keluarga dan status perkawinan. Umur berhubungan terbalik dengan tingkat penyalahgunaan narkoba.
Peningkatan umur tampaknya diikuti oleh penurunan risiko penyalahgunaan narkoba. Pekerja dengan berpendidikan tinggi berisiko mengalami penyalahgunaan narkoba hampir dua kali lebih besar daripada pekerja yang berpendidikan rendah. Pekerja yang merokok berisiko menyalahgunakan narkoba tiga kali lebih besar daripada pekerja yang tidak merokok. Pekerja yang berasal dari keluarga yang tidak taat men- jalankan ibadah berisiko hampir lima kali lebih besar untuk mengalami penyalahgunaan narkoba daripada pekerja yang berasal dari keluarga yang taat men- jalankan ibadah. Pendapatan pekerja juga memperlihatkan hubungan yang bermakna dengan kejadian penyalahgunaan narkoba, semakin tinggi pendapatan pekerja semakin besar risiko mereka untuk menjadi penyalahguna narkoba.
Daftar Pustaka :
Anja, C., dkk.. 2017. Tobacoo, Cannabis and Other Illicit Drug Use among Finish workes: Causal Relationship or Causal Liabilities. Journal of Studies on Alcohol and Drugs, Vol. 71: 5-14.
Hawari. D, 2016. Penyalahgunaan &Ketergantungan Naza: Narkotika, Alkohol & Zat Adiktif, Universitas Indonesia, Jakarta.