
Oleh : Ratih Frayunita Sari, S.I.Kom., M.A Kasi Wastahti BNNP Kepulauan Riau
Cyber : Celah Bisnis Narkoba
Kini masyarakat dunia memasuki era digital dan menjadi bagian dari global village. Era digital melalui media baru memberikan transformasai dalam arus informasi. User generated content menjadi salah satu ciri dari disrupsi teknologi kini. Artinya semua pengguna internet dapat dengan leluasa disamping menerima informasi juga menyerbarluaskan pada berbagai platform.Teknologi bukan saja telah menghapus batasan atau bordless melainkan juga telah memberikan akses sepenuhnya pada masyarakat dalam berkomunikasi. Namun demikian, era digital juga memiliki ekses negatif. Hadirnya kejahatan siber (cybercrime) merupakan salah satu dari ekses tersebut.
Perkembangan situs darknet terbilang cukup cepat. Menurut UNODC, sejak tahun 2012 situs yang ada di darknet hanya berjumlah ratusan. Namun pada tahun 2020 telah berkembang mencapai 110,865 situs. Sejak Bitcon muncul, ini menjadi celah bagi pasar gelap di darknet semakin berkembang pesat. Salah satu contohnya adalah situs yang bernama Silk Road. Situs ini mulai diketahui pada tahun 2011 sebagai platform yang melakukan jual-beli produk-produk ilegal, terutama narkoba, dan beroperasi di jaringan Tor dengan menggunakan Bitcoin sebagai metode pembayarannya. Silk Road berkembang signifikan dari hanya memiliki satu situs pada tahun 2011, menjadi 118 situs pada tahun 2019.[1]
Dengan adanya perkembangan teknologi informasi yang terjadi saat ini, semakin membuka ruang kepada pelaku kejahatan cybercrime terutama peredaran gelap narkoba. Peredaran narkotika melalui cybercrime itu dilakukan melalui media sosial dan website. Peredaran narkotika biasanya menggunakan jaringan internet tersembunyi yang sangat sulit dilacak dan identitas tersembunyi.
Produk-produk narkoba yang diperjualbelikan juga beragam, mulai dari ecstasy, amphetamine, methamphetamine, ganja, kokain, opioids (heroin), LSD, jamur (psychedelic mushrooms) dan ketamine. Produk-produk tersebut juga tersebar secara luas di kawasan Asia Tenggara. Menurut laporan Asean Drug Monitoring (ADM) jenis narkoba yang paling popular di Asia Tenggara meliputi amphetamine, heroin dan ganja. Jika melihat pada aspek rasio perbandingan negara, tentang jumlah pengguna narkoba yang masuk pengobatan pada tahun 2019, Indonesia merupakan negara di ASEAN yang paling rendah dalam penyalahgunaan narkoba, dengan tingkat rasio 5,3. Sementara negara ASEAN tertinggi dalam penyalahgunaan narkoba adalah Thailand, dengan tingkat rasio mencapai 331,6.).
Sumber :
Fathiyah Wardah, (2012). Indonesia Diduga Jadi Sasaran Transaksi Narkotika Online https://www.voaindonesia.com/a/indonesia-diduga-jadi-sasaran-transaksi-narkotika-online–143476876/106349.html
Kompas.id. (2020). Asia Tenggara Kewalahan Menghadapi Sindikat Jadilah Bagian dari Jurnalisme Berkualitas. 1–12. https://www.kompas.id/baca/internasional/2020/06/26/asia-tenggara-kewalahan-menghadapi-sindikat-narkoba/
UNODC. (2020). Darknet Cybercrime Threats to Southeast Asia. https://www.unodc.org/documents/southeastasiaandpacific//Publications/2021/Darknet_Cybercrime_Threats_to_Southeast_Asia_report.pdf
[1] Robby Milana,2021.Darknet Dan Ruang Kejahatan Penyebaran Narkoba Di Era Digital https://revolusimental.go.id/kabar-revolusi-mental/detail-berita-dan-artikel?url=darknet-dan-ruang-kejahatan-penyebaran-narkoba-di-era-digital diakses 24 Agustus 2021